Sumenep, (Media Madura) – Kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) gratis di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur terus mendapat sorotan publik. Pasalnya, kebijakan ini dianggap salah kaprah dan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Ketua Umum Front Pemuda Madura (FPM), Asep Irama mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Ayat 1 dan 2, di mana secara jelas mengatur tentang kewajiban pajak yang dibebankan kepada setiap warga masyarakat Indonesia.
“Artinya PBB gratis sebagai sebuah kebijakan politik dengan jelas melabrak aturan undang-undang. Sehingga melalui kebijakan ini masyarakat Sumenep dengan sengaja diajari untuk melawan undang-undang,” kata Asep saat Senin, (28/05/2018).
Asep menceritakan, PBB gratis bermula dari janji kampanye A. Busyro Karim yang berpasangan dengan Soengkono Sidik pada Pilkada Kabupaten Sumenep tahun 2010 silam.
“Praktis masyarakat dalam kurun waktu 2010-2015 tidak ada yang membayar pajak. Sekalipun bukti lunas pajak tetap keluar. Ini kan aneh. Lalu darimana anggaran misterius yang digunakan Pemkab Sumenep untuk menalangi pajak yang seharusnya dibayarkan masyarakat,” tanya Asep.
*Dilaporkan ke Mabes Polri*
Karena dianggap melanggar undang-undang, akhirnya FPM kata Asep melaporkan kasus PBB gratis Sumenep ke Mabes Polri pada tahun 2015 silam. Tetapi sejauh ini laporan itu tidak pernah diusut oleh pihak kepolisian.
“Kasus ini di tahun yang sama (2015) juga pernah dilaporkan ke Polda Jatim, tetapi sampai sekarang nasib laporan itu juga tidak jelas ujung penyelesaiannya,” sesal Asep.
Kendati demikian, Asep terus berupaya agar PBB gratis Sumenep dapat diusut secara tuntas. “Akhirnya kita sepakat untuk membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Asep.
*Inisiator Tidak Mengerti Hukum*
Asep menuding inisiator PBB gratis, A. Busyro Karim yang sekarang masih menjabat Bupati Sumenep tidak mengerti undang-undang. Akibatnya kebijakan ini justru memunculkan berbagai persoalan.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah, terutama inisiator kebijakan PBB gratis (A. Busyro Karim, red) tidak mengerti UU Perpajakan. Bukan hanya melanggar undang-undang, tetapi kebijakan itu juga diduga tindakan gratifikasi dan korupsi,” tegas Asep.
Selain itu, lanjut Asep, akibat PBB gratis, tunggakan pajak Sumenep mencapai Rp 36 miliar per tahun 2017. “Besaran Piutang tersebut berdasarkan pada potensi baku, bahwa piutang pajak Rp 36 miliar dari sekitar 744 ribu wajib pajak di Sumenep,” terang Asep.
*Tindakan Korupsi*
Sementara itu, Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Djoko Edhi Abdurrahman juga mengatakan, kepala daerah yang dengan sengaja menggratiskan pajak adalah tindakan korupsi.
“Kebijakan pajak gratis dengan dalih apapun adalah tindakan abuse of power sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang KPK dan Tipikor,” kata mantan anggota Komisi III DPR ini saat dihubungi terpisah.
Bahkan, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Achsanul Qosasih menyebut negara hidup dari pajak dan migas, sehingga upaya menggratiskan pajak dengan tanpa alasan yang jelas, adalah kekeliruan besar dan masuk pidana.
Menurut mantan politisi Partai Demokrat ini, kepala daerah yang menggratiskan pajak tidak paham tentang tata kelola keuangan daerah.
“Pajak gratis di Kabupaten Sumenep ini merupakan skandal keuangan daerah terburuk yang dilakukan secara masif dan terstruktur yang terjadi di Indonesia,” tegas pria yang akrab disapa AQ tersebut beberapa waktu lalu. (Rosy/Rilis)