Pamekasan, (Media Madura) – Co Founder Sungai Watch Pamekasan (SWP), Tabri S Munir menyatakan lebih setuju jika PT. Aneka Usaha Mekkasan Makmur (AUMM) menjadi BUMD Pengelolaan Persampahan Pamekasan.
Sebaliknya, Tabri, sapan akrabnya, menolak PT AUMM menjadi core bisnis dari Wamira Mart. Dalam catatan Tabri, selain kurang layak, PT AUMM dinilai telah gagal di periode sebelumnya.
Pernyataan ini diungkapkan, Tabri, menyoroti pembahasan tentang Raperda PT AUMM yang saat ini menjadi salah satu dari 6 Raperda Kabupaten yang akan dipansuskan oleh DPRD Pamekasan dalam waktu dekat.
Setidaknya ada 10 catatan yang disampaikan SWP dalam merespon tentang Raperda PT AUMM.
Pertama, wacana PT AUMM yang akan menjadi core bisnis dari Wamira Mart kami anggap kurang tepat. Case kegagalan PT AUMM menjadi pelaksana aneka usaha pada periode sebelumnya, termasuk kegagalan dalam menjalin kesepakatan kerjasama dengan Puspa Agro menjadi titik klimaks bahwa BUMD tidak semestinya menjadi pelaku usaha yang jauh dari pelayanam publik.
Kedua, rencana PT AUMM akan dijadikan sebagai core bisnis Wamira Mart juga kurang tepat. Karena pembangunan Wamira Mart selama ini bukanlah masuk dalam belanja modal Pemkab Pamekasan.
Ketiga, selain itu, akan terdapat multi kepentingan yang berpotensi melahirkan konflik interest antara pelaku usaha swasta dan pemerintah dalam hal ini BUMD, seberapapun ketatnya pengaturan dalam Peraturan Daerah yang ditetapkan.
Keempat, rangkaian kerugian yg dialami PT AUMM dari awal menerima penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Pamekasan harus menjadi perhatian agar kegagalan tersebut jangan dipaksakan dengan hanya modifikasi yang nyatanya menjalankan usaha hampir sama. Menjual ikan teri dan menjual hasil UMKM melalui pameran ke pameran.
Kelima, Melalui kajian bersama, Sungai Watch Pamekasan (SWP) justru melihat bahwa Pamekasan saat ini butuh BUMD yang secara khusus mengelola persampahan di Pamekasan.
Keenam, urusan sampah selama ini selalu dipandang sebagai hal yg dilihat sebelah mata. Nyatanya, ketika sampah menumpuk karena gagal angkut ke TPA, melahirkan kegaduhan.
Ketujuh, urusan sampah, bagi SWP sama halnya dengan penyedian air bersih bagi warga. Suatu layanan publik untuk kesehatan lingkungan, kesehatan fisik dan juga kenyamanan. Layanan tersebut sejatinya di sebagian desa dilembagakan melalui BLUD berrbentuk TPS3R maupun iuran secara mandiri di lingkungan warga.
Kedepalapan, selama ini, aliran belanja penanganan sampah juga disediakan oleh Pemkab melalui dinas-dinas terkait. Utamanya, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan dan BLUD RSUD. Terdapat anggaran setidaknya mencapai Rp 6,2 Miliar untuk urusan sampah di Pamekasan yang harus dianggarkan Pemkab Pamekasan. Baik itu sampah rumah tangga maupun sampah medis.
Kesembilan, Anggaran tersebut juga masih disupport dengan belanja modal, baik itu modal alat angkut, lahan maupun infrastruktur lainnya.
Kesepuluh, penanganan sampah selama ini, juga lebih cenderung dilakukan dengan cara jemput antar hingga Tempat pembuangan Akhir. Nyatanya, pengelolaan sampah bukanlah semata ditumpuk di TPA. Masih bisa dikembangkan dan dikelola dengan potensi ekonomi besar.
“Untuk itu, kami meminta agar PT AUMM dapat sekiranya secara khusus menjadi BUMD Pengelolaan Persampahan Pamekasan,” pungkas Tabri. (Zainol/Arif)