Pamekasan, (Media Madura) – Banyak warga Pamekasan yang menafsirkan Gerakan Masyarakat Islami (Gerbang Salam) dengan berbagai sudut pandang tanpa memahami sejarah lahirnya gerakan ini. Sehingga memunculkan persepsi-persepsi yang tidak sesuai dengan konteksnya.
Sesungguhnya Gerbang Salam merupakan manifestasi dari keresahan para ulama dan tokoh masyarakat yang melihat gejala sosial khususnya pemuda pada tahun 2000 yang sudah mulai keluar dari ajaran agama.
Gejala sosial tersebut menjadi bahasan dalam pertemuan rutin antara ulama dan umara (pemerintah) yang digelar sebulan sekali. Bupati Pamekasan kala itu yakni Dwiatmo Hadiyanto memfasilitasi pertemuan rutin tersebut di pendopo Ronggosukowati.
Salah satu bahan duskusi yang hangat dibahasa oleh para ulama dari berbagai pondok pesantren, organisasi masyarakat termasuk NU, Muhammadiyah dan berbagai organisasi lainnya itu yakni munculnya gejala sosial pemuda yang menjurus pada dekadensi moral dan banyaknya aktifitas sosial yang menyimpang, seperti kemaksiatan (prostitusi), minuman keras, tawuran antar pelajar dan berbagai peristiwa lainnya.
Fenomena tersebut mendorong forum ulama dan umara ini mengambil langkah lebih jauh dan serius untuk membuat formula dan rumusan program demi memperbaiki kondisi Pamekasan agar lebih baik.
“Hasil pertemuan forum ulam-umara itu kemudian kita bawa ke fraksi-fraksi di DPRD Pamekasan untuk dilakukan kajian secara akademik,” kata mantan sekda Kabupaten Pamekasan Alwi Beiq, yang pada masa itu bertugas mendampingi forum ulama-umara ini.
Pascakajian akademik itu, maka disepakati untuk menggelar seminar nasional dengan mendatangkan mantan hakim agung RI yakni Artidjo.
“Dari situlah (seminar) kita dapat pemahaman bahwa mengetrapkan aturan-aturan agama itu tidak dilarang, sepanjang pendekatannya itu tidak pendekatan yuridis, tetapi pendekatan moral,” kata Alwi yang saat ini menjabat sebagai Plt Sekda Kota Batu ini.
Atas dasar itulah maka dibentuk Lembaga Pengkajian dan Penerapan Syariat Islam ( LP2SI). Lembaga ini dideklarasikan oleh forum ulama-umara, bukan oleh Pemkab Pamekasan dan lembaga ini tidak berada dalam garis struktur Pemkab setempat.
Gerbang Salam, sesungguhnya bukanlah sebuah gerakan dengan aturan formal apalagi berbentuk Perda, tetapi sesungguhnya sebuah gerakan dengan pendekatan moral bukan pendekatan hukum formal.
“Kalau Perda itu kan produk hukum, kita memang menjauhi pendekatan formal, yang diinginkan oleh kita itu moral post, jadi membangun moral. Membangun kesadaran bukan ketakutan,” urainya.
Gerbang Salam adalah sebuah gerakan bersama agar masyarakat Pamekasan mempunyai sikap yang islami. “Samalah dengan kita menghormati orang tua. Itu kan bukan karena takut pada aturan, tetapi karena kesadaran,” sambungnya.
Tetapi, kata Alwi, ada pihak-pihak yang pemahamannya sempit memahami Gerbang Salam dan membawa gerakan ini pada ranah pidana. Bahkan gerakan tersebut ditafsirkan sebagai penerapan hukum Islam. Dimana hukuman bagi orang berzina dirajam, pencuri tangannya dipotong dan berbagai hukum syariat lainnya.
“Padahal kita tidak masuk pada aspek hukum pidana. Mestinya kalau mereka memahmi konsep Gerbang Salam kita, maka mereka akan berduyun-duyun berinvestasi di Pamekasan, karena aman, orangnya dipercaya, ramah, sopan,” ulasnya.
Gerakan masyarakat Islami, sambung Alwi, adalah sikap berdasarkan syariat agama yang tumbuh subur di Kabupaten Pamekasan di semua lapisan masyarakat, baik di kalangan birokrasi, pendidikan, sosial kemasyarakatan bahkan dalam lingkup rumah tangga.
Penulis : Arif
Editor : Ist