Sampang, (Media Madura) – Sengketa lahan pembebasan tanah Waduk Nipah di Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, kembali mencuat. Hal itu diketahui setelah tiga warga Desa Montor, Kecamatan Banyuates, mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sampang, Kamis (14/12/2017) pukul 11.45 WIB.
H. Abdus (55) perwakilan warga Montor, mengatakan kedatangannya ke BPN untuk meminta kejelasan persoalan ketidaksesuaian harga tanah yang dinilai janggal serta tidak seimbang. Termasuk pengukuran tanah dilakukan oleh pihak BPN tidak sesuai dan cenderung berkurang dari ukuran sebelumnya hingga mencapai 1.000 meter persegi.
“Tanah saya itu 3.850 meter persegi, tapi di daftar apresel hanya tercatat seluas 2.823 meter persegi, nah ini kok hilang dan ada selisih, bahkan tanah yang ada di pinggir jalan justru lebih murah dibandingkan tanah yang ada di dalam,” ucapnya ditemui di kantor BPN Sampang, Kamis (14/12/2017).
H. Abdus menjelaskan, harga tanah miliknya yang ada di pinggir jalan dipatok sekitar Rp 204 ribu per meter. Sedangkan yang ada di dalam semakin mahal yakni seharga Rp 340 ribu per meter.
Menurutnya, ada ratusan lahan milik warga lainnya terdampak saluran irigasi Waduk Nipah yakni di bagian timur berada di Desa Banyusokah, Kecamatan Ketapang dan di bagian barat berada di Desa Montor, Kecamatan Banyuates.
“Sampai saat ini masih belum dilakukan pembebasan lahan, kami berharap pihak apresel dan BPN tidak tebang pilih,” harapnya.
Sementara itu, Kabid Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Sampang Rijadmoko, mengaku data tanah warga tersebut sudah berdasarkan hasil pengukuran. Apabila ada warga yang merasa keberatan maka pihaknya bersedia untuk dilakukan pengukuran kembali.
Hanya saja terkait harga pembebasan lahan bukan menjadi kewenangan lembaganya. Yaitu kewenangan pihak ketiga.
“Kalau masalah keuangan atau harga lahan kami tidak tahu, sebab yang menilai itu apresel (tim penilai independen) dan masalah pengukuran berdasarkan pengajuan masyarakat,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, waduk Nipah merupakan waduk terbesar di Kabupaten Sampang itu diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Sabtu (19/3/2016) lalu.
Pembangunan waduk itu digagas sejak era Orde Baru yaitu tahun 1973. Sedangkan, pembebasan lahan dimulai pada tahun 1982, tetapi pembangunannya berhenti pada tahun 1993 karena adanya konflik berdarah tentang proses pembebasan lahan. Setelah lama mandek, pengerjaan waduk dimulai lagi pada 2008.
Tragedi berdarah waduk Nipah terjadi pada 25 September 1993. Proses pembebasan tanah menjadi pemicu empat nyawa warga melayang karena tembakan aparat.
Waduk Nipah dibangun di atas tanah seluas 527 hektar di tiga desa di Kecamatan Banyuantes, yakni Desa Montor, Nagasareh, dan Tebanah. Waduk itu juga mencakup lahan di Desa Banyusokah, Kecamatan Ketapang.
Waduk tersebut untuk mengairi sawah seluas
1.150 hektar. Diantaranya, 925 ha sawah baru hasil pengembangan sawah tadah hujan, dan 225 ha merupakan areal sawah existing .
Pembangunan waduk ini diharapkan memiliki dampak yang sangat baik bagi masyarakat dan sifatnya panjang.
Reporter: Ryan Hariyanto
Editor: Zainol