Pamekasan, 11/6 (Media Madura) – Ketua Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kabupaten Pamekasan, Atiqullah mengkritisi rencana pemerintah yang akan menambah hari libur bagi siswa yakni hari Sabtu dan Minggu.
Rencana kebijakan pemerintah melalui Kemendikbud tersebut, kata salah satu tokoh pendidikan yang bergelar doktor ini, sangat memberatkan bagi masyarakat pesantren, karena akan mengganggu terhadap program pendidikan agama dan keagamaan yang telah eksis di masyarakat.
Karena penambahan waktu libur tersebut, kata dia, akan menambah jam pelajaran bagi siswa. Siswa akan pulang sekolah pukul 15.30 WIB atau 16.00 WIB, otomatis akan mengganggu waktu pendidikan madrasah diniyah yang biasa digelar pada jam tersebut.
“Oleh karena itu, sebaiknya Mendikbud sesungguhnya tidak perlu memadatkan kegiatan pendidikan dalam waktu 5 hari sekolah karena alasan berlibur bersama orang tua, Perlu dipahami bersama bahwa pendidikan itu adalah proses transformasi pengetahuan dan penanaman nilai-nilai (karakter) anak-anak bangsa,” katanya kepada mediamadura.com.
Seperti yang telah dikutip oleh berbagai media, sejumlah alasan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini, antara lain, pertama, dengan masuk sekolah lima hari maka dapat menambah waktu untuk keluarga bagi siswa, kedua dengan sekolah hanya lima hari guru dapat tambahan waktu untuk keluarga, ketiga dapat menambah waktu untuk meramaikan dunia wisata di Indonesia, keempat dapat mengurangi anggaran, baik bagi pemerintah, pihak sekolah maupun masyarakat, kelima siswa atau anak dapat waktu lebih untuk mengembangkan diri dan atau menambah kegiatan ketrampilan lainnya.
“Saya pikir Mendikbud cukup kiranya memperbaiki dan memaksimalkan sistem pendidikan yang ada. Tidak populer kiranya merubah sistem yang ada toh nantinya membingungkan para praktisi pendidikan kita di masyarakat,” urainya.
Praktisi pendidikan yang saat ini aktif sebagai dosen di STAIN Pamekasan ini juga menguraikan, sesungguhnya pendidikan tidak bisa hanya menambah jam pelajaran dalam setiap harinya karena konten pelajaran bagi siswa sudah terlalu banyak sementara hasilnya tidak maksimal.
“Sebagai praktisi pendidikan, saya sangat paham bagaimana pendidikan karakter ini kepada anak-anak melalui jalur pendidikan formal. Anak-anak bangsa ini teramat cerdas dan lebih muncul kreatifitasnya sesungguhnya apabila dididik dengan kegiatan tidak terlalu formal sebagaimana program-program pembudayaan dan pendidikan agama keagamaan misalnya di Pesantren, sekolah alam dan Pendidikan non formal lainnya,” ulasnya.
Ia berkeyakinan bahwa bangsa Indonesia tidak cukup diajari bagaimana berprestasi akademik (IQ) saja, tetapi bagaimana ia juga bisa berprestasi secara sosial maupun daya kreatifitas melalui pengembangan EQ, lebih-lebih kemampuan beragama yang lebih ramah dan mendamaikan (SQ).
“Dan satu lagi yang sering dilupakan dalam proses pendidikan kita adalah kecerdasan anak bangsa ini dalam menghadapi hidup berupa kecerdasan advertising (AQ),” tegasnya.
Diharapkan pemerintah lebih bijak dalam membuat kebijakan, sehingga pendidikan karakter yang diharapkan betul-betul membumi dalam relung kehidupan anak bangsa (baca : living values education) bisa tercapai.
Seperti yang telah diberitakan oleh berbagai media, Mendikbud Muhadjir Effendy menggagas program sekolah sehari penuh. Penerapan program tersebut sudah dipraktikan sekolah swasta. Karena itu Kemendikbud akan melakukan kajian sebelum program belajar tersebut diterapkan, dengan alasan pendidikan karakter lebih banyak dibanding knowledge dan memberikan banyak waktu kepada guru dalam mendidik siswa dalam menanamkan karakter yang ada dalam nawacita. Dengan program ini secara otomatis siswa akan mendapatkan dua hari libur pada Sabtu dan Minggu.
Reporter : Esa
Editor :