Oleh: Fatayaturrahmah
*) Penulis adalah mahasiswa IAIN Madura kelahiran Sumenep 26 Januari 1999, Fakultas Tarbiyah Prodi Pendidikan Bahasa Arab.
Saat ini masyarakat indonesia sudah mulai di-panik-an dengan virus corona atau yang sering kita sebut dengan Covid-19, awal mula virus tersebut hanya menyebar di Wuhan China, tetapi tidak butuh cukup lama virus Covid-19 tersebut semakain menyebar sampai ke indonesia bahkan virus ini sudah menyebar keseluruh Dunia. Berbagai pencegahan penyebaran virus Covid-19 sudah dilakukan seperti larangan untuk mengadakan acara yang mengundang banyak orang seperti: sholat berjamaah dimasjid, melakukan ibadah umrah dan bahkan untuk saat ini orang-orang yang sedang ada diperantauan di haramkan untuk mudik ke kampung halamannya.
Social distancing atau di Indonesia lebih dikenal sebagai physical distancing (menjaga jarak fisik), adalah salah satu cara untuk mencegah penyebaran virus covid-19 yang saat ini diberlakukan indosesia yakni melarang masyarakat indonesia untuk melakukan kegiatan yang saling berdekatan dengan warga lainnya apalagi dengan warga yang baru saja datang dari luar kota atau luar negeri, dikhawatirkan warga tersebut membawa virus dari kota atau negeri yang di datangi.
Penyebaran virus covid-19 yang masif di berbagai negara, memaksa kita untuk melihat kenyataan bahwa dunia sedang mengalami perubahan, dan kita bisa melihat perubahan-perubahan tersebut ada tekhnologi, ekonomi, politik hingga pendidikan. Di tengah krisis akibat covid-19 perubahan itu mengharuskan kita untuk bersiap diri, merespon dengan sikap dan tindakan sekaligus selalu belajar hal-hal baru.
Di indonesia bahkan sudah memberlakukan lockdown dan anjuran berdiam di rumah, karena saat ini Indonesia sudah lebih dari lima ribu orang yang positif terjangkit virus Covid-19. Pemerintah Indonesia sangat melarang masyarakat untuk melakukan kegiatan apapun di luar rumah kecuali pekerjaan yang sangat darurat. Semua kegiatan di luar rumah saat ini diberhentikan, banyak wisata-wisata yang sudah ditutup, sekolah-sekolah sampai perguruan tinggi saat ini sudah diliburkan.
Para siswa kelas tiga bahkan tidak dapat melakukan ujian nasional karena pemerintah terpaksa meniadakan ujian Nasional tersebut, bahkan saat ini para pelajar (siswa/mahasiswa) terpaksa harus melanjutkan pembelajarannya secara online dan itu sangatlah semakin mempersulit pelajar untuk mendapatkan keadilannya sebagai pelajar untuk mendapatkan pembelajaran secara maksimal, dan itu sangat miris sekali.
Banyak sekali keluhan dari para siswa dan mahasiswa terkait dengan pembelajarannya yang dilakukan secara online, mereka merasa tidak puas dengan pelajaran yang didapatkan karena guru tidak bisa secara maksimal memberikan materi, dan bahkan ada guru yang tidak melanjutkan pembelajarannya mereka tidak memperdulikan nasib siswa atau mahasiswanya yang berhak untuk mendapatkan materi dari mereka.
Dalam kondisi wabah Covid-19 yang penyebarannya sangat cepat, siswa sangat paham dengan kebijakan pemerintah yang lantas dipatuhi sekolah dan perguruan tinggi. Namun tetap saja selama sebulan ini banyak siswa yang mengaku kesulitan mengikuti cara belajar yang dilaksanakan online.
Guru hanya memberikan tugas-tugas melalui whatsapp secara berturut-turut bahkan terkadang 1 hari empat mata pelajaran/kuliah semua guru dan dosen pengampu memberikan tugas. Para pelajar mengaku yang paling sulit mengerjakan tugas di rumah adalah suasana yang tidak kondusif dan tanpa pendampingan guru secara fisik.
Sejumlah siswa mengeluh beratnya penugasan dari guru yang harus dikerjakan dengan tenggat yang sempit, disisi lain masih banyak tugas dari guru yang lain. Guru masih kerap gagap dengan kuliah secara online ini, akhirnya mereka hanya terpikir untuk memberi tugas. Padahal tugas dapat berbentuk lain dan lebih menyenangkan seperti membaca novel atau buku cerita apa saja selama tiga hari, kemudian pelajar suruh mencari pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari buku cerita tersebut.
Kesulitan juga dialami oleh pelajar yang tidak mempunyai paket kuota internet apalagi jika ada pelajar rumahnya di desa-desa yang susah sinyal mereka harus membeli paket wifi dirumah tetangga yang disana pelajar tersebut tidak sendiri, masih banyak orang-orang yang menggunakan paket wifi tersebut. Hal ini jadi kontradiktif dengan tujuan belajar di rumah yaitu menghindari para pelajar bertemu banyak orang, serta pemberlakuan social distancing agar pelajar menjaga jarak dengan warga dan pelajar yang lain.
Pendidik merasa kaget karena harus mengubah sistem pembelajaran, silabus dan proses belajar secara cepat. Siswa terbata-bata karena mendapat tumpukan tugas selama belajar dirumah. Sementara orang tua murid merasa stres ketika mendampingi proses pembelajaran dengan tugas-tugas, disampig harus memikirkan keberlangsungan hidup dan pekerjaan masing-masing di tengah krisis.
Ada pula siswa yang malah tidak belajar sama sekali, mereka malah bermain. Hal itu disebabkan tidak terpantaunya siswa tersebut baik dari guru ataupun orang tua, mereka dibiarkan tidak mengingat pelajarannya yang sudah dipelajari dan bahkan ada juga yang tidak mengikuti pelajaran secara online di akibatkan oleh minimnya ekonomi keluarga dimana siswa tersebut belum mempunyai handphone (HP) akan tetapi hal tersebut tidak diperhatikan oleh guru.
Kendala-kendala itu menjadi hal penting dari dunia pendidikan yang harus mengejar pembelajaran daring secara cepat. Padahal secara teknis dan sistem belum semuanya siap. Selama ini pembelajaran online hanya sebagai konsep, sebagai perangkat teknis, belum sebagai cara berpikir, sebagai paradigma pembelajaran. Padahal pembelajaran online bukan metode untuk mengubah belajar tatap muka dengan aplikasi digital, bukan pula membebani siswa dengan tugas yang bertumpuk setiap hari. Pembelajaran secara online harusnya mendorong siswa menjadi kreatif mengakes sebanyak mungkin sumber pengetahuan, menghasilkan karya, mengasah wawasan dan ujungnya membentuk siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat.(*)