Sampang, 13/1 (Media Madura) – Ketua Madura Development Watch (MDW) Mahrus Alie, angkat bicara setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi di tubuh PT Sampang Mandiri Perkasa (SMP) yang menyandung tersangka Hasan Ali. Jumat (13/1/2017).
“Padahal, keterlibatan direksi PT SMP Hasan Ali dalam carut marutnya BUMD itu sangat besar,” kata Mahrus.
Dijelaskan Mahrus, keterlibatan Hasan Ali merupakan rentetan dan pengembangan kasus korupsi PT SMP hingga ditetapkan sebagai tersangka. Kala itu, kasus tersebut dilakukan mantan Bupati Sampang, Noer Tjahja cs. Sebab keberadaan Hasan Ali di dalam kepengurusan PT SMP sejak tahun 2013 lalu.
“Di mana saat itu PT SMP tidak murni sebagai perusahaan swasta, yakni sahamnya sebanyak 51 persen masih milik pemerintah dan 49 persen milik swasta. Jadi jelas Hasan Ali masih ada keterlibatan,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Mahrus, persoalan hukum yang menggrogoti tubuh PT Sampang bukan hanya kasus biasa. Bahkan, seperti pengakuan Hasan Ali pada saat audensi beberapa waktu lau mengakui adanya dana deviden yang dipaksakan.
Berdasarkan data yang dimilikinya, bukti transaksi deviden itu berlangsung pada tanggal 30 Mei 2014 sebesar Rp 11 miliar, kemudian pada tanggal 7 Juni 2014 sebesar Rp 5 miliar.
“Direksi PT SMP melakukan transaksi keuangan itu di luar RUPS dan jelas itu menyalahi aturan,” ujarnya.
Pihaknya mengaku gamang terhadap keabsahan status PT SMP yang dikatakan perusahaan swasta sejak tahun 2015 lalu. Padahal, menurutnya, pada Desember 2016, PT SMP telah melaksanakan RUPS sebanyak dua kali. Namun saat itu, pemilik saham dari PT Asa Perkasa tidak menghadirinya.
“Desember 2016 kemarin saja, dua kali ada RUPS, Sekda waktu itu datang. Ini swasta gimana? Jadi alasan kejaksaan itu mengada-ada. Apalagi aset-aset PT SMP masih milik Pemkab,” tandasnya.
Sementara itu, Kasi Pidana Khusus Kejari Sampang, Yudie Arieanto Tri Santosa, mengatakan, dikeluarkannya SP3 terhadap Hasan Ali selaku Direksi PT SMP karena tidak terpenuhinya dua alat bukti terhadap yang bersangkutan untuk ditingkatkan ke tahap penuntutan.
Sebagaimana hasil putusan MA bahwa PT SMP tidak lagi sebagai BUMD, melainkan sudah menjadi perusahaan swasta nasional yang menjadikan BPKP perwakilan Jatim tidak bisa melakukan audit keuangannya.
“Karena putusan pengadilan tidak akan membuat putusan yang kontradiktif. Dengan alasan itulah, apabila kita naikkan ke tahap penuntutan, maka kita sudah tahu hasilnya. Artinya, jika kita paksakan perkaranya hasilnya tidak bagus,” tandasnya.
Penulis: Ryan Hariyanto
Editor: Ahmadi