Sampang, (Media Madura) – Aktivis perempuan dan anak Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Koorda Sampang, Madura, Jawa Timur menilai sikap pemerintah terhadap penanganan korban dan nilai-nilai perlindungan perempuan dan anak di wilayah itu masih kurang maksimal.
Bahkan, banyak proses hukum kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak tuntas karena penanganan terhadap korban belum dilakukan secara terpadu. Sehingga perlu kasus tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah.
“Setelah melakukan audiensi ternyata memang tidak ada keberpihakan pemerintah daerah, contoh kecilnya yaitu sampai saat ini regulasi tidak ada karena Perbub yang mengatur hal itu belum disetujui,” kata Siti Farida perwakilan aktivis Jaka Jatim usai audiensi di Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Jalan Rajawali Kota Sampang, Rabu (18/4/2018).
Dijelaskan Farida, selain itu belum maksimalnya penanganan korban perempuan dan anak di Sampang disebabkan minimnya postur anggaran pemerintah tahun 2017.
Diantaranya, untuk advokasi dan fasilitas dalam program penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak mencapai Rp 13.519.000.
Kemudian, anggaran program peningkatan kualitas SDM pelayanan dan pendampingan korban KDRT sebesar Rp 33.704.000.
Hal inilah berdampak terhadap bimbingan konseling yang dilakukan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) tidak ideal.
“Berdasarkan Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) DKBP3A anggarannya sangat minim sekali, ini menujukkan pemerintah tidak serius dalam memberikan perhatian terhadap kasus perempuan dan anak, idealnya 1 kasus atau 1 korban melakukan konseling 20 kali tapi malah maksimal 6 sampai 7 kali itukan jauh dari ideal,” terang Farida.
Kepala Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Sampang Syamsul Hidayat, membenarkan minimnya postur anggaran pemerintah daerah tahun 2017 untuk penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kami sudah berupaya postur anggaran DKBP3A dimaksimalkan saat rapat pembahasan anggaran, tapi mungkin banyak pertimbangan mengingat tahun ini lebih fokus di Pilkada, tahun berikutnya yakin lebih ditingkatkan lagi,” ujar Syamsul.
Menurutnya, selama ini penanganan korban kekerasan terus dilakukan oleh tim konseling P2TP2A yang dibentuk sesuai SK Bupati Sampang. Tim terbentuk mulai tingkat kecamatan hingga kabupaten.
Adapun bentuk pendampingan seperti mulai proses hukum (BAP sampai persidangan), pendampingan rohani, kesehatan (visum dan chek up), dan psikologis baik hipnoterapi, art therapy, instant change technique, memory switching, dan ho’oponopono.
“Kita punya tim tekhnis di 14 kecamatan, mereka selalu memberikan pembinaan dan edukasi kepada masyarakat dan korban kekerasan, termasuk dilingkungan pondok pesantren karena sifatnya penanggulangan dan pencegahan dini,” pungkas.
Reporter: Ryan Hariyanto
Editor: Zainol