Sumenep, 6/1 (Media Madura) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep termasuk satu dari dua daerah di Madura yang mendapatkan sanksi administrasi dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), menyusul lambatnya pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2017, yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sanksi administrasi ini mengacu kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Peristiwa ini semakin manambah rentetan prestasi buruk DPRD setelah sebelumnya pada penyusunan RAPBD tahun 2016, Sumenep merupakan daerah paling buncit yang menyerahkan draf RAPBD pada Gubernur Jawa Timur.
Akibat keterlambatan ini, dapat dipastikan berbagai program pembangunan harus mengalami penundaan.
Kegagalan ini juga diakibatkan oleh perdebatan panjang antara eksekutif dengan DPRD dalam pembahasan perampingan Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SPOD) yang memakan waktu cukup panjang. Karena diduga terjadi tarik ulur kepentingan politik antara eksekutif dengan DPRD.
Sehingga alokasi waktu yang idealnya digunakan untuk pembahasan dan pengesahan APBD Sumenep tahun 2017 gagal diselesaikan pada tenggat waktu akhir sekitar bulan Desember.
Idealnya APBD sudah disahkan sekitar bulan November untuk selanjutnya diserahkan ke Gubernur Jawa Timur guna dievaluasi. Ironisnya, akibat dari ‘dosa’ DPRD yang gagal mengesahkan APBD maka Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah jumlahnya dipangkas.
Padahal sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim melalui Kepala Biro Hukum sudah memberikan peringatan sebanyak dua kali kepada Sumenep untuk segera menyerahkan draf RAPBD tahun 2017 ke Gubernur. Tapi surat peringatan dari Pemprov justru diabaikan oleh DPRD.
Parahnya, pernyataan Ketua DPRD Sumenep justru menganggap keterlambatan pengesahan APBD tahun 2017 dianggap wajar sebagai romantika politik.
Pernyataan ini tak layak disampaikan pucuk Pimpinan DPRD, mengingat urgensi pengesahan APBD dengan segera demi suksesi pembangunan di Sumenep.
Akibat dari kegagalan pengesahan ini, yang dirugikan dan dikorbankan adalah kepentingan kolektif masyarakat Sumenep.
Pada sisi lain, peristiwa ini semakin mempertegas lemahnya political will dan political action anggota DPRD dalam memperjuangkan amanah dan mandat masyarakat.
Wajar kemudian masyarakat memberikan pretensi negatif dan citra buruk terhadap kinerja seluruh anggota DPRD di Parlemen.
“Rakyat menyayangkan keteledoran ini, bukan hanya karena terancam sanksi, tapi lebih karena pembangunan yang akan stagnan akibat hal itu,” ujar Ketua Front Pemuda Madura (FPM), Asep Irama pada mediamadura.com, Jumat (6/1/2016).
Dia meminta, ekskutif berikut legislatif harus bertanggung jawab secara moral atas kegagalannya dalam mengesahkan APBD tahun 2017 tersebut.
“Ini adalah kegagalan, jadi bupati dan wakil rakyat harus bertanggung jawab, jangan semakin menghianati amanat rakyat,” tandasnya.
Penulis: Rosy
Editor: Ahmadi