Pamekasan, (Media Madura) – Gelar Pahlawan pada jurnalis Roehana menguatkan peran dan identitas kepada publik bahwa jurnalis memiliki peran penting dalam ikut membangun dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Sebab selama ini peran jurnalis dalam ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari kungkungan penjajah kurang nampak, meskipun pada hakikatkan mereka ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
“Dengan demikian gelar kepahlawanan yang diberikan kepada jurnalis Roehana Koeddoes pada Hari Pahlawan kali ini sebagai bentuk peneguhan bahwa kelompok profesi kita ini juga ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan,” kata Ketua PWI Pamekasan Abd Aziz.
Disatu sisi, penganugerahan gelar kepahlawanan ini juga menunjukkan bahwa perjuangan membebaskan bangsa ini dari kungkungan penjajah bukan hanya oleh kaum laki-laki, akan tetapi juga kaum perempuan, karena jurnalis Roehana Koeddoes adalah perempuan.
Aziz juga mengajak agar semangat kepahlawanan dalam mengisi kemerdekaan bangsa ini Indonesia perlu terus digencar, melalui profesi para jurnalis.
“Salah satunya melalui upaya untuk memupuk persatuan dan kesatuan bangsa melalui tulisan di masing-masing media dimana kita bertugas,” kata Aziz.
Ruhana Kuddus Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia merupakan salah satu tokoh yang menerima gelar pahlawan pada Hari Pahlawan kali ini.
Perempuan ini lahir pada 20 Desember 1885 di Kota Gadang, Kecamatan Koto, Kabupaten Agem, Sumatera Barat.
Ayah Ruhana Kuddus bernama Muhammad Rasyad Maharajja Sutan.
Ia merupakan seorang Hoofd Jaksa yang rumahnya dijadikan sekolah, tempat bermain, membaca buku dan lain sebagainya.
Hal itu secara tidak langsung Ruhana sejak kecil sudah mampu berbicara dan menulis dalam bahasa Melayu dan Belanda.
Beranjak dewasa Ruhana pergi merantau bersama ayahnya.
Ia mulai bersentuhan dengan dunia luar yang membuatnya kenal dengan berbagai keterampilan dan kerajinan tangan.
Setelah sekian lama, sampailah Ruhana menjadi seorang penulis dan memimpin surat kabar perempuan Redaksi Sunting Melayu.
Hal tersebut membuat namanya tercatat dalam sejarah sebagai perempuan Indonesia pertama yang memimpin surat kabar.
Melalui surat kabar tersebut, Ruhana dan PK Amai menarik perhatian pemuka Belanda di Batavia (Jakarta).
PK Amai merupakan Perkumpulan Karadjinan Amai Setia. PK Amai bertujuan untuk membangkitkan semangat pemberdayaan perempuan minang kabau serta membekali mereka dengan ilmu dan keterampilan.
Para pemuka Belanda di Batavia (yang sekarang kota Jakarta) mengundang Ruhana untuk ikut serta dalam Pameran Internasional di Belanda.
Itu untuk menunjukan kreativitas hasil kerajinan tangan dari perempuan Kota Gadang yang fasih berbahasa Belanda tersebut.
PK Amai tercatat telah mendapat sejumlah penghargaan, seperti Bronzen Ster (1941) dan Penghargaan Upakarti dari Presiden Soeharto (1987).
Tak hanya itu PK Amai juga mendapatkan Penghargaan Kebudayaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2007). (*)