Pamekasan, (Media Madura) – Laskar Pembela Islam (LPI) Madura, Jawa Timur mengakui jika tindakan dalam aksi penyisiran atau sweeping rumah warga yang disinyalir dijadikan tempat prostitusi di Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Jumat (19/1/2018) lalu melanggar hukum.
Ketua LPI Madura, Abd Aziz mengatakan, tindakan penyisiran yang berujung pada terjadinya bentrok massal dengan warga setempat merupakan bentuk pelanggaran hukum.
“Kami meminta maaf kepada pihak kepolisian Polres Pamekasan, warga Pamekasan dan Madura pada umumnya, karena mungkin yang kami lakukan telah mengganggu kamtibmas,” katanya, Sabtu (27/1/2018).
Aziz menambahkan, Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara Islam, sehingga semua bentuk perbuatan harus mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku, akibat tindakan ormas Islam yang dipimpinannya itu dua anggotanya harus berurusan dengan pihak kepolisian.
“Kejadian itu akan menjadi pelajaran agar kedepan bisa lebih komunikatif dengan aparat keamanan. Kami juga siap mengikuti proses hukum yang telah ditetapkan oleh aparat kepolisian Polres Pamekasan, dan kedepan, kami akan selalu berkoordinasi dengan polisi,” tambah pria yang akrab disapa “Ra Aziz” itu.
Sementara Kepala Polisi Resor (Kapolres) Pamekasan, AKBP Teguh Wibowo mengatakan, LPI menyadari jika tindakan penyisiran atau sweeping yang dilakukannya merupakan perbuatan melawan hukum dan merugikan warga setempat.
“Seperti rekan-rekan wartawan ketahui bahwa LPI sudah mengakui itu,” katanya.
Dua anggota LPI yang ditangkap dan sudah ditetapkan tersangka oleh polisi, berinisial MH dan AH. Mereka ditangkap di rumah masing-masing.
MH dijerat dengan Pasal 170 ayat 1 Subsider Pasal 351, sedangkan AH dijerat dengan Pasal 170 ayat 1 Subsider Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kekerasan Terhadap Orang dan Barang dengan ancaman kurungan penjara 5 tahun 6 bulan.
Reporter: Rifqi
Editor: Zainol