Sampang, 7/2 (Media Madura) – Rencana Kementerian Agama (Kemenag) melakukan standardisasi atau menyertifikasi para Khatib Shalat Jumat terus menuai kontroversial. Salah satunya adalah protes dari sejumlah Ulama se-Madura.
“Kita menolak tegas tentang sertifikasi Khatib Jumat itu karena dipandang reaksinya lebih banyak negatifnya dari pada positifnya,” kata Sekjen Aliansi Ulama Madura (AUMA) KH Fadholi Mohammad Ruham usai pertemuan pernyataan sikap Ulama se-Madura, Selasa (7/2/2017).
Fadholi Mohammad Ruham itu sebenarnya sudah sepakat untuk tidak menyetujui wacana Kemenag tersebut. Alasan itu disebabkan karena aturan Khutbah Jumat secara mendasar sudah ada dalam kitab fiqih.
Bahkan, wacana itu membuat keserahan masyarakat khususnya para mubalig. Apalagi, saat ini isu-isu agama masih hangat diperbincangkan.
“Sudah jelas apa yang harus disampaikan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh oleh seorang khatib,” ungkapnya.
Menurut Dia, sebenarnya yang harus dilakukan Kemenang bukan standardisasi pada Khatibnya, melainkan standardisasi pada lembaga pendidikan yang mengajarkan siswa-siswinya.
“Lagian selama ini para Kyai sudah mengurusi umat, dan termasuk tidak perlu meragukan para Khatib,” tegasnya.
Sehingga dengan penolakan itu Ulama se-Madura juga akan mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial ditembusi kepada Presiden RI Joko Widodo. Begitu pun terkait pernyataan sikap menanggapi proses persidangan ke 8 dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berserta tim kuasa hukum yang dinilai tidak mengindahkan nilai-nilai etika.
Reporter: Ryan Hariyanto
Editor: Ahmadi