Sampang, (Media Madura) – KPU Sampang telah menetapkan perolehan suara hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024. Setiap pasangan calon berhak mengajukan gugatan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hingga saat ini belum ada sinyal dari Tim Pemenangan Paslon mengajukan gugatan jika hasil penghitungan resmi Pilkada Sampang hanya berlangsung satu putaran.
Pengajuan permohonan ke MK paling lambat 3 hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pilkada oleh KPU. Aturan tersebut sesuai Pasal 157 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Lalu, mungkinkah hasil Pilkada Sampang 2024 digugat ke MK.
Gugatan perselisihan hasil pilkada kemungkinan besar bisa terjadi diajukan oleh kandidat Pilkada Sampang sebagai bentuk perlawanan untuk mencari keadilan menyampaikan berbagai temuan indikasi dugaan kecurangan selama pelaksanaan pilkada.
Seperti yang diamati oleh Pemantau Pemilu di Sampang dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) Syamsul Muarif. Dia mengatakan, sangat mungkin hasil Pilkada Sampang digugat ke MK bagi pihak yang belum bisa menerima hasil perolehan suara secara utuh.
“Pasti dan sangat yakin tetap dilakukan gugatan ke MK, jika dilihat dari kondisi saat ini apalagi kontestan Pilkada Sampang 2024 hanya diikuti dua kandidat calon, jadi kita tunggu saja nanti,” ungkapnya.
Mantan Ketua KPU Sampang periode 2014-2019 ini menyampaikan, poin gugatan bilamana akan diajukan ke MK bukan persoalan hasil perolehan suara, melainkan proses tahapan pelaksanaan pilkada yang terindikasi banyak ditemukan pelanggaran.
Untuk Pilkada Sampang 2024, lanjut Syamsul Muarif, terbilang jauh dari ketentuan maupun kriteria ambang batas dalam pengajuan gugatan MK. Sehingga bisa menimbulkan keputusan dismissal atau penolakan.
“Sebenarnya dari ketentuan tidak masuk walaupun nanti akan menggugat ke MK, Tapi terkadang putusan MK di luar prediksi masyarakat,” kata Syamsul Muarif.
Sama halnya kejadian Pilkada Sampang tahun 2018 lalu, MK memutuskan KPU Sampang melakukan pemungutan suara ulang (PSU) dalam pemilihan bupati dan wakil bupati. Penyebabnya didasarkan karena daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak valid dan tidak logis.
Permohonan ini diajukan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Sampang nomor urut 02 Hermanto Subaidi dan Suparto (Mantap). Pelaksanaan PSU merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PHP.BUP-XVI/2018, tertanggal 5 September 2018.
“Dulu pilkada sebelumnya yang digugat soal perselisihan hasil perolehan suara, namun yang dipermasalahkan proses pilkada dalam menentukan DPT,” terangnya.
Lantas, apakah permohonan gugatan MK sama mempersoalkan DPT Pilkada 2024.
Syamsul Muarif merasa tak yakin hal itu terjadi. Alasannya ialah DPT Pilkada Sampang 2024 sebanyak 737.832 pemilih dianggap sudah cukup rasional dari jumlah penduduk Sampang.
“Kayaknya urusan DPT sudah rasional, bisa jadi bukan itu yang dipermasalahkan, tapi urusan proses tahapan pelaksanaan pilkada,” ujarnya.
Adapun syarat dalam mengajukan gugatan MK sesuai Pasal 158 UU tentang Pilkada yang mengatur mekanisme selisih perolehan suara antara kandidat di tingkat kabupaten/kota bagi para calon wali kota/calon bupati.
Jika jumlah penduduk 500.000 jiwa sampai dengan 1 juta jiwa, pengajuan gugatan ke MK oleh calon wali kota/bupati bisa dilakukan jika selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara.
Informasi Media Madura, Kamis 5 Desember 2024 permohonan sengketa hasil Pilkada yang masuk ke Mahkamah Konstitusi berjumlah 33 permohonan telah didaftarkan baik melalui layanan pendaftaran daring ataupun luring. Semuanya terkait pilkada kabupaten/kota.
Dari jumlah 33 permohonan itu diantaranya 21 permohonan berkaitan dengan pemilihan bupati dan wakil bupati serta 12 pemilihan wali kota dan wakil wali kota.
Reporter : Ryan Hariyanto
Editor : Zainol